Review Novel 'Memoirs of a Geisha'. Mending Baca Novelnya, atau Nonton Filmnya?

 Ini postingan pertama gue di tahun 2023. 

Kemarin, baru aja gue selesain baca novel 'Memoirs of a Geisha', dan gue pengen banget ngebahas novel ini di sini. Apalagi gue juga udah nonton filmnya di pertengahan tahun 2022 kemaren, jadi gue pun juga tertarik buat ngebanding-bandingin antara novel sama filmnya. Bagus yang mana sih? 


Yang pertama kali gue pikirin waktu selesai baca novelnya, "Anjir lah, kena tipu gue!" Gue seriusan kena tipu sama penulisnya gara-gara bab pertamanya yang judulnya, 'Catatan Penerjemah.' Pas habis baca itu, gue jadi percaya kalo ceritanya itu beneran nyata. Gue ngira kalo ini bukan novel, tapi memang beneran memoar dari orang nyata yang pernah benar-benar hidup. Bahkan waktu awal-awal baca ceritanya, gue pikir, "Ini kok orang hebat bener ya, bisa ingat sampe se-detail itu." Tapi pas baca ucapan terima kasih dari authornya, gue sampe ngetawain diri sendiri, karena di situ authornya bilang ini cuma cerita karangannya dia! Gue pikir ini gue terlalu bego apa ya, sampe kena tipu begini. Tapi taunya, pas gue buka Goodreads, ada juga yang kena tipu sama bab awalannya sama kayak gue. Awokawokawok.

Ini buku ceritanya tentang apa sih? Jadi, buku ini tuh nyeritain tentang Chiyo, bocah dari perkampungan nelayan yang dijual sama orang tuanya. Nasib Chiyo ini lebih beruntung dari kakaknya. Meskipun mereka dijualnya bareng-bareng, tapi Chiyo justru dibawa ke sebuah okiya di Gion, Kyoto, buat nanti bakal dididik buat jadi Geisha, sedangkan kakaknya dibawa ke tempat pelacuran. Di sana, Chiyo ketemu sama Geisha paling cantik di Gion yang bernama Hatsumomo dan anak kecil lain yang juga bakal dididik jadi Geisha juga, yang biasanya dipanggil Labu karena bentuk mukanya mirip labu. Hatsumomo yang memang ga pernah bisa bersaing secara sportif, sadar kalau Chiyo bisa aja jadi ancaman buat karirnya, makanya dia pun berusaha bikin Chiyo tersiksa di sana. Karena suatu hal yang membuat Chiyo gagal kabur, Chiyo pun dijadikan pelayan di sana, dan Ibu pemilik okiya ga mau ngebiayain biaya pendidikan dia buat jadi Geisha.

Suatu hari, Chiyo ketemu sama ketua perusahaan listrik bernama Iwamura Ken, yang memotivasi dia buat jadi Geisha. Beruntung banget, impiannya berhasil diwujudkan karena ada seorang Geisha paling cantik dan juga paling kaya di Gion, Mameha, mau jadi 'kakak'nya. Berkat Mameha pula, Chiyo pun dididik sampai akhirnya dia pun jadi Geisha magang. Selama masa magangnya, Hatsumomo yang merupakan pesaing Mameha berusaha buat ngejatuhin karir Chiyo. Lalu, apa karir Chiyo gagal sebelum benar-benar jadi Geisha? Gue ga mau spoiler di sini, jadi bagi yang mau tau harus baca bukunya. haha.

Sebenarnya, gue udah lebih dulu liat filmnya, jadi awalnya gue pun agak ogah-ogahan baca buku ini. Tapi entah kenapa, tiba-tiba aja gue jadi kepengen banget buat baca bukunya. Akhirnya, gue pun mutuskan buat baca bukunya ajalah, toh ga ada ruginya.

Ternyata, novelnya justru lebih bagus daripada filmnya. Ini menurut gue sih. Soalnya, di novelnya, penjelasan tentang Geisha lebih lengkap, jadinya gue bisa paham dan juga lebih nyambung sama ceritanya. Waktu gue nonton filmnya, gue masih agak pusing sama seluk-beluk dunia Geisha yang ada di ceritanya. Soalnya, di film itu penjelasannya sedikit banget. Banyak hal yang masih belum gue pahami tentang Geisha meskipun udah selesai nonton filmnya. Pas udah baca novelnya, barulah gue paham, "Oh... maksudnya tu begini toh..." "Oh iya begini..."


Tapi jujur sih, waktu baca novelnya, gue bisa ngebayangin visualisasinya karena terbantu sama filmnya. Yah, yang asing sama budaya Jepang pastilah agak pusing buat ngebayangin gimana penampilan Geisha yang dijabarkan dalam novelnya. Meskipun gue penggemar budaya pop Jepang, bukan berarti gue juga udah benar-benar akrab sama budaya tradisonal Jepang, kayak Geisha ini salah satunya. Berkat filmnya, gue jadi agak terbantu buat nyusun visualnya di dalam kepala.

Jadi kesimpulannya, menurut gue, baik novel ataupun filmnya sama-sama bagus. Cuma masing-masing ada plus minusnya. Kalau novel, penjelasan tentang Geisha lebih banyak dan lebih mudah dipahami juga. Cerita tentang hidupnya Chiyo atau Sayuri yang merupakan tokoh utamanya juga dijabarkan lebih lengkap. Karena ini ditulis pake sudut pandang orang pertama, kita yang baca novelnya juga bisa lebih paham sama perasaan Chiyo, juga apa yang jadi isi pikirannya. Sedangkan filmnya, bisa membantu gue yang belum pernah liat Geisha buat ngeliat visualisasi seluk-beluk dunia Geisha yang ada di dalam novelnya. Bagi yang masih asing sama budaya Jepang, filmnya juga bantu buat ngasih visualisasi dari penjelasan yang ada di dalam novel. Meskipun di film, penjelasannya juga minim, yang bikin orang yang sama sekali ga tau tentang Geisha jadi agak kebingungan. Kisah hidupnya si Chiyo juga diceritain secara garis besar, jadi yang nonton filmnya doang bakalan bertanya-tanya, kenapa sih Chiyo bisa dijual sama orang tuanya, atau gimana kehidupannya Chiyo setelah berhasil bersatu sama orang yang dia suka dari kecil?

Gue lebih nyaranin kalian buat baca novelnya, karena novelnya punya lebih banyak keunggulan daripada adaptasi filmnya. Gue juga nyaranin kalian buat juga nonton filmnya buat liat visualisasi kehidupan para Geisha.

Kita semua pasti tahu dan udah sering dengar juga, kalau Geisha sama pelacur itu adalah dua hal yang berbeda. Geisha itu seniman, yang pekerjaannya menghibur pelanggan di berbagai acara, kayak pesta misalnya. Tapi mereka menghibur pake keterampilan kesenian yang mereka punya. Mereka harus belajar menari, menyanyi, ataupun mainin shamisen--alat musik tradisional Jepang. Mereka juga dituntut untuk paham sama tata krama, dan harus bersikap sesopan juga seanggun mungkin di depan pelanggan yang mereka hibur.

Tapi, ada satu yang bikin gue agak bingung sama Geisha gara-gara baca novel ini, yaitu ritual mizuage. Intinya, mizuage itu ritual pendewasaan dari maiko (Geisha magang) sebelum jadi Geisha beneran, dan habis itu dandanan mereka juga bakal berubah. Tapi di dalam novel ini, mizuage itu proses 'lelang' keperawanan. Mameha dan Chiyo diceritakan kalau mereka melakukan mizuage dengan melelang keperawanan mereka.

Akhirnya, gue pun googling buat memuaskan rasa penasaran gue. Gue pun akhirnya merasa tercerahkan setelah baca artikel ini Benarkah Keperawanan Geisha Dilelang seperti di Film Memoirs of a Geisha? | merdeka.com

Jadi yang gue tangkap dari artikel itu, sebenarnya mizuage ga harus lelang keperawanan kayak yang di novel Memoirs of a Geisha. Tapi memang, di jaman sebelum Perang Dunia ke-II dulu, ritual mizuage kerap disalahgunakan buat praktik prostitusi terselubung. Namun pada akhirnya juga dilarang setelah Perang Dunia ke-II. Mineko Iwasaki, Geisha paling terkenal di Jepang dan juga yang jadi narasumber dalam riset buat novel Memoirs of a Geisha ngaku, kalau waktu mizuage dia ga melelang keperawanannya kayak yang ada di dalam novel. Geisha-Geisha lain yang dia kenal juga ga ngelakuin itu.


Nah, buat kalian yang suka baca novel fiksi sejarah, tentunya Memoirs of a Geisha harus banget kalian baca. Apalagi novel ini juga ngasih kalian wawasan tentang budaya Geisha dan gimana kehidupan mereka di jaman sebelum dan juga sesudah Perang Dunia ke-II. Gue salut banget sama Arthur Golden yang udah menuliskan secara detail tentang Geisha dalam novel ini. Meskipun penjelasannya memang banyak, tapi ga bakal bikin bosen karena dikemas dalam kalimat yang menarik. Halaman demi halamannya nagih buat terus lanjut dibaca, dan pasti buku tebel hampir 500 halaman ini ga bakal bikin kalian terbebani pas membacanya.

Buat kalian yang pengen baca, bukunya bisa kalian beli di Google Play Book atau Gramedia Digital. Yang mau baca buku fisiknya, bisa kalian cari di toko-toko buku atau online shop.


Komentar

Postingan Populer