Review Novel "Di Tanah Lada" : Tidak Semua Orang Layak Menjadi Orang Tua
Baru aja gue selesai baca buku karya Kak Ziggy Z. yang berjudul "Di Tanah Lada". Sebenarnya sebelum baca bukunya, gue juga ga tau ini novel nyeritain tentang apaan, bahkan gue juga cuma sekilas baca sinopsisnya. Tapi buku ini emang rame yang baca dan banyak yang ngasih rating tinggi juga, ditambah lagi penulisnya Kak Ziggy Z. yang nulis novel Fantasteen: Saving Ludo (kapan-kapan bakal gue bahas) favorit gue. Mumpung stok bukunya masih banyak di aplikasi iJak waktu itu, ya gas lah langsung gue pinjem aja dan langsung gue baca.
Honestly, gue ga bakalan nyangka kalau ceritanya lebih dark daripada yang gue kira. Mungkin cerita dalam novel ini bisa memicu trauma orang yang masa kecilnya kurang kasih sayang dari orang tua. Apalagi novel ini juga ditulis pake POV anak umur enam tahun yang jadi korban kekerasan dari ayahnya, makanya semakin terasa betapa nyeseknya cerita ini.
Tokoh utama di novel ini ada Salva, si anak perempuan enam tahun yang tinggal sama papanya yang tempramental. Akan tetapi, Salva masih punya mama yang sayang banget sama dia, bahkan mamanya ini selalu manjain dia. Cerita utamanya bermula ketika kakeknya Salva yang biasa dipanggil Kakek Kia meninggal, lalu rumah tempat tinggal keluarga Salva dijual ayahnya untuk bermain judi. Salva beserta orang tuanya pun akhirnya pindah ke Rusun Nero yang kumuh dan ga layak dihuni anak sekecil Salva. Di sana, Salva bertemu dengan anak laki-laki yang empat tahun lebih tua darinya yang bernama P. Iya, gue ga salah tulis, namanya satu huruf P doang. Salva dan P ini akhirnya jadi teman, dan akhirnya taulah si Salva kalau P juga punya nasib yang sama kayak dia, tapi nasib P lebih parah karena dia ga punya mama yang sayang sama dia, gara-gara mamanya udah kabur entah ke mana. Ceritanya pun berlanjut dengan Salva dan P yang berpetualang bersama, lalu sebuah rahasia mengejutkan tentang orang tua P pun terkuak. Gue ga bakal spoiler di sini, jadi buat kalian semua yang kepo mending langsung baca bukunya aja deh.
Untuk gaya bahasanya, memang ditulis pake bahasa yang relatif sederhana karena ceritanya yang jadi narator kan si Salva. Tapi kadang ada kalimat-kalimat yang ditulis pake bahasa yang 'ribet' untuk ukuran anak enam tahun karena memang dibuat untuk menegaskan karakter Salva yang hobi baca kamus. Untuk gaya bahasa, gue rasa udah cukup bagus untuk menggambarkan si narator yang memang cuma bocil enam tahun yang suka baca kamus.
Untuk karakterisasinya, gue rasa masih ada banyak kekurangan. Nah, karakter Salva kan baru enam tahun, yang artinya dia masih kelas satu SD, dan karakter P juga masih sepuluh tahun ditambah lagi dia ga sekolah. Tapi entah gimana dua bocil ini kok kayaknya filosofis banget. Kalau Salva sih memang mengutip kata-kata si Kakek Kia, sedangkan si P... gue agak bingung dari mana dia bisa dapet pemikiran kayak gitu. Buat baca novel aja dia masih kebingungan.
Jujur, gue kepo banget kenapa emaknya Salva bisa nikah sama suaminya yang b*jingan, dan apa alasannya tetap bertahan di pernikahannya. Keluarganya juga udah tau kalau dia menderita gara-gara suaminya, tapi kayaknya ga ada yang turun tangan buat ngebantu dia gitu. Keluarganya baru bergerak waktu mereka akhirnya pindah ke Rusun Nero. Berharap bagian ini ada diceritain sih, tapi nyatanya ga ada. Yah, gue emang tau kalau novel ini ditulis pake POV bocil yang belum ngerti sama sekali sama urusan orang dewasa, makanya agak susah buat nyeritain bagian yang ini.
Satu lagi yang bikin gue syok, yaitu endingnya. Gue ga bakal kasih spoiler terang-terangan, tapi yang jelas endingnya bener-bener dark. Gue ga habis pikir kenapa Kak Ziggy Z. bisa ngasih ending kayak gitu, padahal ini ceritanya tentang anak kecil loh. Gue berharap ya endingnya berakhir bahagia, terus Salva dan P juga bisa dapet healing buat ngilangin trauma mereka, lalu mereka bisa menjalani hidup selayaknya anak normal. Gue sih berharap endingnya bisa ngasih harapan dan motivasi buat anak dari keluarga yang broken home buat ngeraih kebahagiaan dalam hidup.
Pelajaran yang bisa kita dapat dari novel ini, kalau ga semua orang itu layak menjadi orang tua. Pola asuh orang tua itu sangat berpengaruh terhadap kehidupan sang anak ke depannya. Seperti Salva dan P ini, yang jadi korban kekerasan dari papanya, mereka jadi mikir kalau ga ada papa yang baik di dunia ini. Mereka pikir, semua papa itu pasti orang jahat. P sampe ga mau kalau udah besar bakalan jadi papa karena dia mikir, kalau dia jadi papa, berarti nanti dia bakalan jadi orang jahat. Satu lagi, pernikahan itu bukan urusan yang main-main. Kalau mau membangun rumah tangga, ya berarti harus siap secara fisik, mental, dan juga materi. Jangan sampai anak jadi terlantar kayak P karena orang tuanya belum punya cukup mental dan materi buat ngerawat dia. Sebelum menikah, ada baiknya untuk mengenal lebih baik pasangan yang akan dijadikan pendamping untuk seumur hidup. Jika dirasa bahwa pasangan yang akan dinikahi ada orang yang toxic, ada baiknya tinggalkan saja daripada nanti anak yang menjadi korbannya. Kegagalan seorang orang tua akan berdampak besar pada anak, karena anak adalah yang paling rentan terkena dampak negatif dari kegagalan orang dewasa yang menjadi orang tuanya.
Anjay, bijak juga gue. Hahaha.
Terlepas dari masih banyaknya kekurangan dari buku ini, buku ini memang wajib buat kalian baca, terutama buat kalian yang mau nikah dan bakal jadi orang tua. Karena ditulis pake bahasa yang sederhana, buku ini cukup mudah buat dipahami.
Sekian dari gue, terima kasih udah baca sampai akhir!
Komentar
Posting Komentar